Skip to main content

Posts

Showing posts from November, 2014

Memoar kecil

Hari minggu layaknya surga sewaktu kecil. Banyak film kartun diputar dari mulai pagi hingga tengah hari. Bangun pagiku disambut senyuman, berlari kecil menuju ruang tv dan melongok ke meja makan. Sudah ada jajanan lengkap berjajar yang habis dibeli ibu dari pasar. Bergegas mataku tak kunjung lepas dari layar televisi ditemani dengan kudapan pasar. Sampai sore menjelang, kawan kawan datang menghampiri dengan ajakan yang khas, “Silviiiii, main yuuk”. Ah aku rindu. Permainan karet gelang yang biasa disebut ‘ yeye’ merupakan salah satu permainan favoritku. Aku bisa melompat sekaligus menari, menjajal setinggi dan seterampil apa aku bisa bermain. Bisa melompat dengan tali diacungkan ke udara setinggi tangan penuh, atau bisa disebut posisi ‘tali merdeka’, tanpa meroda itu bangganya bukan main. Wuih, serasa menang lomba pacuan kuda. Main kejar kejaran di permainan 'boi-boi-nan' dan 'sepak sekong' juga memamcu adrenalin. Resikonya sekujur badan sakit kalo kena pukul bol...

Pejalan kaki

Laki-laki itu berjalan tertatih, nafasnya memburu tersengal-sengal. Rambutnya panjang terurai menutupi sebagian matanya. Tampak ransel di punggungnya semakin memperlambat langkahnya. Hari itu hujan, petir gemuruh menggelegar. Beban di pundak juga hantaman hujan semakin mencegah kakinya untuk maju. Sol sepatunya semakin menipis, setipis lembaran kertas.   Dan bibirnya tak berhenti berkomat-kamit, sedari tadi hanya memanggil satu nama “Ibu...Ibu...” Sesampai kakinya di depan rumah dengan cat abu-abu, langkahnya terhenti. Berganti dengan jeritan tangis tertahan tanpa air mata. Laki-laki itu tidak beranjak dari tempatnya berdiri, dengan bergegas orang-orang memeluk juga menuntun langkahnya. Melewati bendera putih yang terpasang di depan rumah dengan cat abu-abu.

No Title Needed

Mata merupakan jendela dunia. Juga salah satu sisi dari bentuk sudut pandang. Mata adalah pintu menuju segala bentuk cahaya yang nantinya akan diteruskan menjadi gambaran nyata. Sejauh ini orang selalu memandang dari segi luarnya saja. Melihat ke- mainstream- an menjadi keharusan yang pada akhirnya memunculkan stereotipe tersendiri bagi sebagian orang. Katanya berpendidikan, tapi menyimpulkan sesuatu hanya dari satu sisi. Katanya terpelajar, tapi membedakan mana isu dan berita saja tidak mengerti. Mata selalu dimanjakan dengan berjuta warna juga berjuta cerita. Alangkah baiknya jika mata bekerja sama dengan hati juga pikiran. Melihat suatu hal dari berbagai sisi, dan tidak menghakimi sesuatu berdasarkan sudut pandang kita sendiri. Mata akan benar-benar dapat melihat, ketika kita sudah tidak lagi melihat perbedaan antar warna kulit, antar suku, antar bangsa, maupun antar agama.

dua sisi es krim

Es krim punya rasa manis tapi juga punya rasa asam, namanya yoghurt. Sama kayak cinta kan, punya rasa manis juga asam. Manisnya es krim terasa lumer di mulut dan bikin mood jadi baikan. Manisnya es krim juga bisa jadi asupan tenaga, saat matahari sedang teriknya menyengat siang. Cinta yang manis juga begitu, bikin orang mabuk kepayang, seperti kena hujan di tengah kemarau. Yoghurt bisa dikatakan sebagai es krim asam. Rasa asamnya bisa membuat mata terpejam, tapi bagus untuk pencernaan. Asamnya cinta juga bisa membuat mata berair, tapi bagus untuk memperkuat diri. Sama kan? Jadi hari ini kamu mau merasakan es krim manis penuh cinta atau yoghurt asam benteng pertahanan? Beritahu aku kalau saatnya tiba. #Day13 #SehariMenuliSatu #SwaragamaFM

Merakit Hati

Masih ingat kata katamu setahun yang lalu? Katamu senyum aku lucu, menentramkan hati. Aku tau itu cuma gombalan kamu buat deketin aku. Tapi tetep aja rasanya melayang, apalagi saat kamu bilang "Aku rela melakukan apapun demi melihat senyuman itu" ah basi tau, tapi aku suka. Masih ingat setahun yang lalu kamu "culik" aku ke halaman gereja? Katamu biar senyum aku balik lagi. Memang saat itu mukaku sedang ditekuk. Tapi dengan es krim di tangan dan sketsa langit yang dibuat Tuhan, senyumku mengembang. Bulan ini harusnya senyumku kembali terkembang. Kita wisuda bersama, menuju awal gerbang pendakian bersama. Tapi itu berarti kamu akan pergi dalam waktu singkat. Meninggalkan Jogja. Meninggalkan aku. Kalo pun kita tidak harus sembunyi sembunyi, aku rasa hal ini biasa saja. Senyumku perlahan memudar, digelayuti mendung. Seharusnya bukan begitu, seperti kata "Movember" pada bulan November. Aku harus berpindah, bukan lagi meratap dengan bagaimana hubungan kita, ta...